Tuesday, February 28, 2017

Hak Angket Ahok Gate Bikin Partai Pendukung Pemerintah Terpecah

JAKARTA - Fraksi di DPR kini terbelah menyusul digulirkannya hak angket "Ahok Gate" terkait posisi Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta. Ada fraksi yang mendukung ada pula yang menolak hak angket tersebut.

Ahok Gate digulirkan oleh sejumlah fraksi di DPR setelah Menteri Dalam Negeri tidak (Mendagri) Tjahjo Kumolo tidak memberhentikan sementara Ahok dari jabatannya, meski sudah jadi terdakwa kasus dugaan penistaan agama.

Partai yang menginisiasi hak angket Ahok Gate adalah Gerindra, Partai Demokrat, PKS, dan PAN. Sementara yang menolak merupakan partai pendukung pemerintah yakni Yakni PDIP, PKB, PPP, Golkar, NasDem, dan Hanura.

Pengamat politik dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, mengatakan yang menarik perhatian dari hak angket Ahok Gate ini, adalah posisi PAN yang justru ada di kubu Gerindra, Demokrat, dan PKS yang bukan partai pendukung pemerintah.

Padahal, PAN adalah salah satu partai pendukung pemerintah di mana salah satu kadernya menduduki kursi menteri di Kabinet Kerja Jilid II.

"Jadi pertarungan politik angket ini tak lagi jadi medan tempur antara parpol pendukung pemerintah atau bukan, tapi lebih ke konstelasi Pilgub DKI yang kemudian menjalar ke Senayan," kata Masnur saat berbincang dengan Okezone, Sabtu (25/2/2017).

Dia menilai, Ahok Gate ini akan jadi bola panas di DPR antara dua kutub, yakni yang berjuang agar hak angket ini terealisasi dan yang mau hak angket ini gagal. "Nantinya angket bukan tidak mungkin jadi alat tawar menawar politik," pungkasnya.

(ris)

Sunday, February 26, 2017

Tolak Reklamasi Saat Debat, Anies-Sandi Perjelas Posisi Politiknya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki mengatakan, pasangan cagub-cawagub DKI nomor urut tiga, Anies Baswedan-Sandiaga Uno telah secara tegas menolak kebijakan reklamasi dalam debat putaran kedua. Menurut dia, serangan Anies-Sandi terhadap pasangan nomor urut dua, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat terkait kebijakan itu memperjelas posisi politik Anies-Sandi.

"Anies dapat menjelaskan posisi politiknya menolak reklamasi yang menjadi pembedanya dengan petahana," ujar Masnur saat dihubungi, Sabtu (28/1).

Sementara, lanjut dia, Ahok justru bersikukuh dengan kebijakan reklamasi dengan dalih melanjutkan kebijakan yang telah dilakukan di era Presiden Soeharto. "Anies bagus juga saat mengkritik pernyataan Ahok yang menyatakan reklamasi merupakan warisan era Pak Harto bahwa tidak semua hal di masa lalu harus dilanjutkan," kata dia.

Sementara, terkait berlangsungnya debat putaran kedua itu Masnur menilai lebih baik dan menarik dibandingkan debat sebelumnya. "Debatnya lebih cair dan seru jika dibanding debat pertama mungkin karena format yang berbeda dengan yang sebelumnya," kata dia.

Selain itu, kata Masnur, masyarakat juga terlihat sangat antusias, sehingga ia berharap hal itu dapat meningkatkan partisipasi politik ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan dapat mengurangi golput. Mansur menambahkan, format debat kali ini juga telah membuat perdebatan antarpasangan jadi lebih seru dan cair, sehingga paslon punya kesempatan menguraikan secara rinci perihal program unggulannya.

"Warga DKI yang memiliki hak pilih pastinya makin mantap memilih calon pemimpinnya. Melalui debat ini warga DKI juga telah merekam janji politik yang akan ditagih ketika nanti sudah terpilih jadi pemimpin ibu kota," kata dia.

Rep: Muhyiddin / Red: Ilham

Monday, February 20, 2017

Pakar HTN: Ahok itu Gubernur Ilegal di Mata Hukum!

Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dipastikan bakal berlaga di putaran kedua Pilgub DKI 2017, setelah dalam hitungan sementara sejumlah lembaga survei unggul tipis di atas perolehan suara pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

Lalu, bagaimana posisi Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta yang berstatus terdakwa? Pakar hukum tata negara (HTN) dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta menegaskan bahwa selama kampanye Ahok akan cuti kembali.

Namun demikian, Masnur menegaskan bahwa Ahok adalah gubernur ilegal di mata hukum. “Cuti kan masa kampanye. Saya tegas katakan Ahok itu gubernur ilegal di mata hukum,” tegas Masnur di akun Twitter @MasnurMarzuki menanggapi pertanyaan akun @SubhanDanil.

Bagaimana jika Ahok menang di putaran kedua, tetapi kemudian divonis empat tahun penjara? “Ya tetap diberhentikan sementara karena yang jadi ukuran terdakwa atas pidana yang diancam hukuman pidana. Diberhentikan tetap setelah inkracht,” tegas @MasnurMarzuki.

Sebelumya, dalam kultwit panjang, @MasnurMarzuki membeberkan status ilegal Ahok sebagai Gubernur DKI.

“Ahok itu kini menjelma jadi Gubernur ilegal di mata hukum. Namun, Ahok tetaplah Gubernur di mata kekuasaan. Ini negara mau jadi negara apa? Sebagai orang hukum, di mata saya Ahok adalah Gubernur ilegal, tak sah. Tapi dari kacamata politik kekuasaan, mau apa apalagi, ia Gubernur,” tegas @MasnurMarzuki.

Menurut Masnur, setelah menyandang status terdakwa, pemberhentian Ahok berkait erat dengan soal hukum tata negara, HAN dan juga pidana.

Berdasarkan Pasal 83 ayat (1) UU Pemda, posisi Ahok mempunyai dua masalah. Yakni, kapan pemberhentian sementara Ahok dilakukan? Dalam hal ini Mendagri punya dua sikap. Kedua, apa tindakan pidana dan perbuatan lain yang dapat menyebabkan seorang kepala daerah diberhentikan sementara menurut aturan UU yang ada?

Sedangkan menurut Pasal 83 ayat (1) ada enam point. Apa yang menimpa Ahok masuk kategori poin 1 dan 6. Terjerat pidana dan perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI. “Saya berpendapat dakwaan Ahok masuk klasifikasi butir 1 Pasal 83 soal ancaman hukuman 5 tahun. Begitu Ahok terdakwa, dia wajib diberhentikan,” tegas @MasnurMarzuki.

Di sisi politik, menurut Masnur langkah Mendagri Tjahjo Kumolo adalah langkah politik. “Dia boleh saja ‘bohong’ sebagai politisi, tapi tak boleh salah. (Salah) blunder politik Mendagri adalah ketika dia putuskan akan berhentikan Ahok sehabis masa cuti habis. Kini dia ubah keputusannya,” tulis @MasnurMarzuki.

throw back memories

This picture was taken in 2002 when Masnur Marzuki was recruited to get involved in student board of UII Yogyakarta.