Sunday, June 3, 2007

“Tentang Angin, Syal Cokelat dan Melbourne”

Melbourne bukan lagi sebuah peradaban dengan kenyamanan. Ia hanyalah bentuk lain dari perasaan campur aduk. Sedih dan senang. Kini Melbourne adalah....



"Bloody hell. Dasar cuaca sialan!!!." Sepagi ini saya sudah mengeluarkan sumpah serapah. Ini cuma soal pergantian cuaca. Hari ini saya menemui Melbourne dalam wujud yang sesungguhnya. Ya, perubahan cuacanya yang secepat kilat. Dan memang begitulah Melbourne. “Jangan hanya bergantung pada perkiraan cuaca, selalu siapkan kostum tiga musim setiap bepergian.” begitu pesan Mathew, salah seorang teman saya yang sudah lama tinggal dan besar di Melbourne.



Pagi tadi saat saya berjalan menuju pelataran kampus, langit begitu indah meski disudut timur masih ada segumpal awan hitam. Musim dingin memang sudah akan tiba, tapi hari ini sepertinya begitu cerah.

“What a beautiful day..” gumam saya dalam hati.

Segera saja saya memperlambat langkah kaki sembari menikmati indahnya hari.



Saya keliru. Hari ini Melbourne menyuguhkan ke hadapan saya betapa segala sesuatu dapat terjadi kapan dan di mana saja. Langit yang tadi terang berubah gelap. Awan kecil-kecil yang tadi beriak tiba-tiba bergumpal besar dan bergerak cepat. Angin sepoi-sepoi beberapa menit yang lalu tiba-tiba marah dan mengamuk, menyapu apa saja. Teman saya itu benar. Hari ini akan ada tiga musim.



Saya salah telah mengutuk cuaca. Saya khilaf sebab ada Tuhan di sana, sang Pencipta. "Rob... afwan wa atuubu ilaik.."



lenyapkan dirimu di hadapan Sang Wujud
agar ribuan dunia berlompatan darimu
dan wujud murnimu memancar dari dirinya sendiri
terus dan terus melahirkan bentuk-bentuk berlainan…


berbahagialah ia yang menyerahkan hidupnya demi mengetahui itu!
dia meninggalkan rumah ini demi rumah selanjutnya; yang jauh lebih bercahaya…


jika kau tak merasakan sakit, kau takkan mencari kesembuhan
jiwa yang tak hidup dalam Tuhan, tidaklah hidup..



(Sultan Walad, mistikus Islam)



To be continued........

(Cahaya di atas Cahaya)
more: click