Monday, October 5, 2015

[Kabinet Kerja Jokowi Menjelma Jadi Kabinet "Gaduh"]

JAKARTA - Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki, menyayangkan performance kabinet Presiden Joko Widodo yang menjelma dari Kabinet Kerja menjadi Kabinet "Gaduh". Menurutnya, kondisi itu sangat memperihatinkan di tengah melambatnya perekonomian Tanah Air.

"Alih-alih bekerja keras untuk melayani rakyat, kabinet yang dinamai Kabinet Kerja malah mewujud menjadi Kabinet Gaduh. Ini sungguh disayangkan. Tak heran banyak yang tadinya memilih Jokowi berbalik hilang harapan dan kecewa karena kegaduhan demi kegaduhan yang tercipta dari episentrum pemegang tahta," katanya saat dihubungi Okezone di Jakarta, Jumat (21/8/2015).

Menurutnya, pelambatan ekonomi yang turut dipengaruhi kondisi global serta lambannya kerja kabinet bisa jadi berpangkal dari suasana gaduh di tubuh kabinet. "Bagaimana negara ini diurus dengan baik dan kesejahteraan rakyat segera terwujud kalau kabinetnya hanya memproduksi kegaduhan?" sindir Masnur.

Dia berharap Presiden Jokowi tidak mengulang apa yang sudah terjadi sehingga gesekan di internal kabinet dapat diakhiri dan para menteri lebih fokus bekerja. Pasalnya, publik menanti betul janji-janji politik Jokowi-JK segera terealisasi.

"Kalau akhirnya para menteri sibuk dalam kegaduhan, kapan bisa bekerja untuk rakyat? Belum lagi kewibawaan pemerintah akan makin tercoreng nantinya. Investor pun makin khawatir karena stabilitas politik tidak kondusif," tambahnya.
Kabinet Jokowi memang kerap diwarnai polemik saling tuding dan saling serang di internal kabinet. Sebelumnya, Mendagri Tjahyo Kumolo menyebut ada menteri menjelekkan Jokowi di belakang. Terbaru, Menko Maritim Rizal Ramli yang baru dilantik bersitegang dengan Wapres dan Menteri BUMN.

"Kita sangat sayangkan kejadian ini. Di tengah badai cobaan ekonomi, kekompakan kabinet sejatinya jadi harga mati. Sayangnya yang terjadi justru sebaliknya," pungkasnya.
(ris)

[Perlu Penyempurnaan UUD Demi Parlemen Modern] Okezone.news.com

JAKARTA - Pengamat hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki mengatakan perlunya langkah revolusioner agar cita-cita parlemen modern dapat segera terwujud. Salah satunya adalah dengan melakukan penyempurnaan UUD.

“Agenda penataan sistem ketatanegaraan kita dalam mewujudkan parlemen modern memerlukan penyusunan road map atau peta jalan yang terstruktur dan terukur. Tentu hal ini hanya bisa dilakukan dengan penyempurnaan UUD. Jadi tidak cukup hanya dengan merevisi UU saja,” ujar Masnur kepada Okezone di Jakarta, Minggu (7/6/2015).

Dia juga mengatakan perlunya sikap kenegarawanan elit bangsa dalam menyikapi usulan penyempurnaan UUD 1945. “Saya kira sudah banyak yang menawarkan konsep penataan ketatanegaraan yang berdedikasi pada perbaikan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan khususnya soal format dan sistem parlemen modern. Kini tergantung MPR apa berkeinginan untuk duduk bersama mewujudkan gagasan parlemen modern yang efektif sabagai salah satu langkah penataan sistem ketatanegaraan Indonesia,” katanya.

Masnur juga mengingatkan MPR untuk tidak mengabaikan adanya keputusan atau rekomendasi yang telah ditetapkan MPR periode sebelumnya terutama berkaitan dengan penyempurnaan sistem ketatanegaraan Indonesia.

“Sampai sekarang Badan Pengkajian MPR belum begitu terdengar gaungnya di publik khususnya dalam menyuarakan agenda penataan sistem ketatanegaraan kita yang memang belakangan ini dihadapkan pada kompleksitas permasalahan. Bagaimanapun, MPR perlu dukungan publik untuk penyempurnaan konstitusi. Tanpa itu saya kira akan sulit,” pungkasnya.

Sebagaimana diketahui, MPR periode lalu telah menghasilkan Keputusan MPR RI No. 4/MPR/2014 tentang Rekomendasi MPR RI periode 2009-2014. Rekomendasi MPR tersebut antara lain perlunya melaksanakan penataan sistem ketatanegaraan Indonesia melalui perubahan UUD 1945 dengan tetap berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum negara dan kesepakatan dasar untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan bentuk NKRI, mempertegas sistem pemerintahan presidensial serta melakukan perubahan dengan cara adendum.
(ris)