Tuesday, August 7, 2012

Tiga puluh dua tahun yang lalu, 27 Juli 1980, tepat di bulan Ramadhan malam ke-17 saya dilahirkan di sebuah kampung kecil di Kampar, Riau. Kelahiran saya adalah satu hal  dan bertepatan dengan Ramadhan itu juga hal lain. Saya tidak sedang mempertalikan kemuliaan Ramadhan dengan hari tepat saya dilahirkan. Tapi, ini tahun 2012, dimana ulang tahun saya ditandai juga dengan jatuhnya Ramadhan, hari yang ke tujuh.

~
Tiga puluh dua tahun yang lalu, 27 Juli 1980, tepat di bulan Ramadhan malam ke-17 saya dilahirkan di sebuah kampung kecil di Kampar, Riau. Maka tak salah bila saya menghormati khidmat Ramadhan tahun ini berlebih-lebih karena pada saat yang sama saya juga menghormati peristiwa kesakitan ibu saat melahirkan saya ke bumi lebih dari tiga dekade lampau. Sejarah kelahiran saya tidaklah lengkap. Tak ada dokumentasi, tak ada bukti gambar dan bahkan saya pun tak tahu siapa nama bidan yang membantu persalinan ibu kala itu. Saya tak hendak mempersoalkannya. Yang jelas saya hanya ingin lebih menghormati Ramadhan tahun ini berlebih-lebih. Itu saja, lain tidak.

~
Tiga puluh dua tahun yang lalu, 27 Juli 1980, tepat di bulan Ramadhan malam ke-17 saya dilahirkan di sebuah kampung kecil di Kampar, Riau. Kini bagi saya, 32 adalah angka unik untuk sebuah umur. Ia menandai sekaligus memperingatkan bahwa umur sejatinya tidak bertambah tapi berkurang. Dalam hitungan mundur, bukankah setelah 3 adalah 2? Setiap ulang tahun dirayakan, sebagian memaknai umur bertambah, dan sebagian lagi meyakini bahwa umur berkurang dalam konteks jatah umur tentunya. Tapi tak salah pula ketika berulang tahun banyak yang mendoakan jatah umur masih panjang.  Justru saya berharap demikian dan dilapangkan rezeki serta diberikan kekuatan iman menjalani hidup.

~
Tiga puluh dua tahun yang lalu, 27 Juli 1980, tepat di bulan Ramadhan malam ke-17 saya dilahirkan di sebuah kampung kecil di Kampar, Riau. Semoga Tuhan mengaruniaiku umur yang berfaedah bagi keluarga, bangsa dan agama. Ada sebuah ungkapan Perancis yang membuat saya termenung; “noblesse oblige”, bahwa seorang yang mempunyai posisi lebih tinggi harus mengabdi lebih banyak. Seorang dosen harus lebih banyak membaca dari pada mahasiswanya. Seorang pemimpin sejatinya harus lebih sering lapar ketimbang kenyang ketika masih banyak yang lapar. Yang menakjubkan ialah do’a tulus dari handai taula yang tersampaikan di bulan berkah, semoga do’a-do’a itu terijabah. Amiin.

Gambiran, Yogyakarta, 27 Juli 2012