Thursday, October 20, 2016

Pelarangan Capres dari Partai Baru Bisa Pengaruhi Motivasi Pemilih ke TPS [Okezone.com]

JAKARTA - Partai politik baru yang belum punya kursi di Parlemen terancam tidak bisa mengusung calon presiden pada Pemilu Serentak 2019, karena pemerintah mengusulkan hasil Pemilihan Legislatif 2014 digunakan parpol untuk mengusung calon presiden pada 2019.

Pembatasan partai baru peserta pemilu yang belum punya kursi di DPR untuk mengusung calon presiden, dikhawatirkan berdampak pada keinginan masyarakat dalam menyalurkan suara saat Pemilu Serentak 2019.
"Tentunya pembatasan itu bisa berpengaruh ke motivasi pemilih ke TPS, khususnya simpatisan parpol yang bisa saja punya capres idamannya sendiri," ujar pengamat hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Masnur Marzuki saat berbincang dengan Okezone, Kamis (6/10/2016).

Oleh sebab itu, sambungnya, UU Pemilu harusnya tidak menyandera aspirasi konstitusional partai politik dan suara rakyat pemilih. Selanjutnya, UU Pemilu diharapkan mampu memperkuat sistem pemerintahan presidensiil sekaligus mempercepat konsolodasi demokrasi di Indonesia.

"Selama ini PR kita adalah sistem presidensial yang masih setengah hati, makanya itu melalui penyusunan RUU Pemilu, agenda penyempurnaan sistem presidensial dapat terealisasi," pungkasnya.

RUU Pemilu Harusnya Memperlakukan Semua Parpol Secara Adil [Oezone.com]

JAKARTA - Pemerintah bersama DPR akan segera membahas Revisi Undang-Undang Pemilu yang akan menjadi dasar hukum Pemilu Serentak 2019, di mana salah satu poinnya melarang partai politik baru mengusung calon presiden.

Pengamat hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Masnur Marzuki mengaku tidak setuju dengan pelarangan parpol baru mengusung calon presiden. Alasannya, putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemilu serentak baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden 2019 telah memberikan ruang kepada partai politik peserta pemilu, baik yang baru maupun lama, untuk mengajukan calon presiden tanpa ada batasan.

"Putusan MK itu menegaskan hak konstitusional parpol sebagai peserta pemilu termasuk mengajukan capres sendiri. Oleh sebab itu, RUU Pemilu yang segara dibahas oleh pemerintah dan DPR seharusnya memperlakukan semua parpol peserta pemilu dengan adil dan setara dalam pencalonan presiden," kata Masnur saat berbincang dengan Okezone, Kamis (6/10/2016).

Masnur menambahkan, agar menghindari banjirnya gugatan uji materi UU Pemilu yang baru nantinya, DPR dan pemerintah harusnya mendengar aspirasi semua pihak termasuk parta-partai yang baru pertama kali ikut pemilu. Karena idelanya, undang-undang pemilu harus bisa mengantisipasi potensi masalah penyelenggaraan pemilu serentak 2019.

Apalagi, sambungnya, pemilu 2019 adalah yang pertama di mana Pilpres dan Pileg digelar serentak. Tentu akan muncul segudang masalah. "Nah, menjadi tugas DPR dan Pemerintah memastikan landasan hukum yang komprehensif yang bebas dari kepentingan politik jangka pendek. Tidak bagus kalau setiap pemilu UUnya diganti, sehingga tidak mendorong stabilitas paket hukum politik," pungkasnya.

Aturan Parpol Baru Dilarang Ajukan Capres Tak Sesuai Logika Berpikir [OKEZONE]


JAKARTA - Pemerintah berencana melakukan revisi Undang-Undang (UU) Pemilu. Salah satu pasal dalam draft revisi UU Pemilu yang bakal menjadi dasar hukum penyelenggaraan Pemilu 2019 itu dibatasinya partai politik mengusung calon presiden dan wakil presiden, yakni hanya partai politik hasil pemilu legislatif pada 2014 saja yang boleh mengajukan calon presiden.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII), Masnur Marzuki
menilai, usulan aturan itu bertentangan dengan logika berpikir.

Hal ini lantaran sebuah partai politik bisa mengikuti pemilu, namun tak bisa menyalonkan presiden, padahal Pemilu pada 2019 nanti berlangsung serentak antara Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres).

"Bertentangan dengan logika berpikir. Boleh ikut pemilu, tapienggak boleh ikut nyapres, padahal ini kan konsekuensi serentaknya Pileg dan Pilpres," ujar Masnur kepada Okezone, Kamis (6/10/2016).

Masnur juga menjelaskan usulan aturan ini berpotensi diuji materikan di Mahkamah Konstitusi (MK) karena menyandera hak politik partai politik.

"Ya bisa (uji materi), ini kan enggak benar dia baru bisa nyalon di 2024, itu justru bertentangan dengan putusan MK," pungkasnya.

Pelarangan Parpol Baru Usung Capres Tak Sejalan dengan Demokrasi [http://news.okezone.com]


JAKARTA - Pemerintah berencana merevisi Undang-Undang (UU) Pemilu. Salah satu pasal dalam draf revisi yang bakal menjadi dasar hukum penyelenggaraan Pemilu 2019 yakni dilarangnya partai politik baru untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

Menurut pengamat politik dari Universitas Islam Indonesia, Masnur Marzuki, hal tersebut tidak sah dari segi hukum. "Ya. Pembatasannya tidak sah. Inkonstitusional dan tidak sejalan dengan nalar negara hukum dan demokrasi," ujarnya kepadaOkezone, Sabtu (16/10/2016).\

Selain itu, Masnur menilai jika UU Pemilu nantinya disahkan, maka hal tersebut dapat melanggar kedaulatan rakyat. "Bukan hak seseorang tapi kedaulatan rakyat dilanggar dan jadi tergadai kalau pemerintah memaksakan pembatasan parpol baru ajukan capres," jelasnya.

"Dan kalau nantinya DPR dan pemerintah setuju pembatasan parpol baru ajukan capres maka langkah lanjutan gugat ke Mahkamah Konsitusi (MK) melalui judicial review," tukasnya.

Untuk diketahui, dalam draf revisi RUU Pemilu Pasal 190 termuat aturan yang intinya membatasi partai baru atau partai yang tidak memiliki kursi di DPR untuk mengajukan capres-cawapres. Pasal ini hanya membuka ruang pengajuan capres kepada parpol yang saat ini memiliki kursi parlemen hasil pemilu 2014.

Pasal tersebut berbunyi, ”pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional pada pemilu anggota DPR periode sebelumnya.”