Sunday, March 30, 2014

Pemilu Rawan Kecurangan, Sebaiknya Libatkan Mahasiswa

JAKARTA - Tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 sudah memasuki masa kampanye. Tidak lebih dari tiga minggu ke depan, tepatnya 9 April, rakyat Indonesia dipersilahkan memilih wakil rakyat yang akan duduk di bangku legislatif. Tingkat kerawanan pun diprediksi akan tinggi dari pemilu sebelumnya. Hal ini disebabkan transparansi anggaran baik dari penyelenggara maupun pengawas serta partai politik peserta pemilu masih dipertanyakan.

Pengamat Pemilu yang juga Dosen Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Masnur Marzuki SH, LLM menyatakan potensi pelanggaran pemilu di Pileg 2014 sangat tinggi. Pelanggaran sudah terjadi pada masa penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), massa kampanye, dan nantinya proses pemberian dan pemungutan suara.

“Tingkat kerawanan yang dikhawatirkan ada di semua level atau tingkatan, dimana independent dan netralitas penyelenggara dipertanyakan,” katanya di Jakarta, Rabu (26/3/2014).

Menurut Masnur untuk meminimalisir kecurangan pemilu, perlu dilakukan peningkatan pengawasan di tingkat TPS dan Kecamatan selama proses pemberian hingga penghitungan suara berlangsung. Dari pengalaman pemilu sebelumnya, KPPS dan penyelenggara lainnya sering terlibat jual beli suara.

"Itu terjadi karena proses seleksi di tingkat TPS sudah didesain atau terskenario. Orang-orang yang duduk di tingkat penyelenggara sudah disusun dengan catatan orang yang duduk sebagai penyelenggara adalah orang yang bisa diajak bekerja sama oleh pihak tertentu dengan imbalan sejumlah uang atau janji," ungkapnya.

Biasanya, lanjut Masnur, penyelenggara di tingkat TPS dan seterusnya akan membantu mengamankan suara calon legislatif (caleg) di semua tingkatanm, bila memiliki hubungan keluarga atau lantaran imbalan. Makanya tidak heran bila nantinya ada caleg yang tidak melakukan kampanye dan kurang dikenal masyarakat tapi mendapatkan suara dan akhirnya duduk sebagai wakil rakyat.

“Biasanya, sebelum penghitungan suara atau dua hari sebelum pelaksanaan pemilu, KPU sudah ketemu dengan caleg yang membutuhkan suara di lobi-lobi hotel. Itulah yang disebut suara siluman dalam proses jual beli,” papar Masnur.

Kata Masnur, langkah yang harus dilakukan Bawaslu sebagai pengawas pemilu yakni dengan melibatkan universitas. Perlu dilakukan MoU dengan pihak kampus dengan melibatkan mahasiswa, apalagi Bawaslu saat ini kesulitan dalam hal pendanaan.
“Ya, formatnya seperti KKN (kuliah kerja nyata) lah untuk mahasiswa, sehingga dana bisa diminimalisir dan tingkat kecurangan bisa ditekan,” imbuhnya.

Hal yang sama disampaikan Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang. Dibandingkan pemilu 2004 dan 2009, tingkat pelanggaran di 2014 akan semakin tinggi. Beragam pelanggaran yang akan terjadi seperti mobilisasi pemilih, politik uang, dan jual beli suara saat proses rekapitulasi.

“Yang paling rawan itu jual beli suara saat rekapitulasi baik saat di TPS, Kecamatan maupun tingkat KPUD,” paparnya.

Alasannya, KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu mempunyai keterbatasan dan kedua lembaga tersebut tidak lagi memikirkan cara menutup atau memperkecil tingkat pelanggaran, tapi sudah fokus kepada distribusi dan penghitungan (rekapitulasi) suara nantinya.

“Peredaran uang sangat besar dalam pemilu ini. Banyak caleg yang berlatar belakang pengusaha maupun artis yang tidak mempunyai basis massa, sehingga kekuatan uang sangat berperan dan menetukan,” ujarnya.

Langkah yang harus dilakukan KPU untuk meminimalisir kecurangan, tekan Sebastian, dengan melakukan sosialisasi kepada semua lapisan masyarakat untuk berperan aktif dalam melakukan pengawasan. Selain itu, meminta kepada peserta pemilu yakni partai politik untuk berlaku jujur dan adil dan mengedepankan aturan main. (ris)

 
Sumber: http://pemilu.okezone.com/read/2014/03/26/568/961200/pemilu-rawan-kecurangan-sebaiknya-libatkan-mahasiswa