Saturday, December 24, 2011

PENGATURAN DAN PRAKTEK PENYELESAIAN SENGKETA LEMBAGA NEGARA DI BEBERAPA NEGARA

Beberapa negara yang cabang kekuasaan kehakimannya juga mengenal lembaga semacam MK menunjukkan bahwa tidak semua kewenangan sengketa lembaga negara menjadi otoritas MK. Namun secara umum di banyak negara kewenangan sengketa lembaga negara memang menjadi yurisdiksi lembaga peradilan semacam MK. Somalia misalnya di mana eksistensi MK diatur Pasal 101 Konstitusi Somalia yang menyatakan bahwa MK adalah entitas peradilan tertinggi selain MA (‘the Supreme Court of Justice is the highest entity in the judicial scale and it is at the same time the Constitutional Court…’) yang juga berwenang memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara.

Sayangnya, meski MK berwenang menyelesaikan perkara sengketa kewenangan lembaga negara, lembaga tersebut belum teruji mampu menyelesaikan konflik atau sengketa lembaga negara yang terjadi. Hal ini disebabkan minimnya pengalaman karena kewenangan tersebut belum pernah dilakukan oleh MK Somalia dalam sejarah praktek ketatanegaraannya.

Sepanjang sejarah Somalia, meskipun sering terjadi sengketa antara cabang kekuasaan legislatif (DPR) dengan pemerintah (eksekutif) dan berwenangnya MK Somalia untuk menyelesaikan sengketa tersebut, tak ada satu pun kasus yang pernah diperiksa dan diselesaikan oleh MK. Salah satu penyebab buntunya MK Somalia dalam memutus sengketa lembaga negara adalah akibat independensi hakim-hakim MK Somalia yang amat bergantung pada eksekutif di mana menurut Konstitusi Somalia, Presiden berhak mengangkat dan memberhentikan hakim konstitusi dengan persetujuan parlemen. Hanya saja selama ini parlemen Somalia masih sering dikooptasi oleh kepentingan politik eksekutif sehingga tidak bisa berbuat banyak selain mengikuti kemauan dan kehendak politik eksekutif termasuk pengangkatan dan pemberhentian hakim MK. Pihak oposisi di Somalia juga akhirnya tidak bisa berbuat banyak sebab munculnya keraguan akan independensi MK yang berbuntut tidak berfungsinya MK secara efektif dan proporsional. Berkaitan dengan ini Muhammad Farah Hersi mengatakan;

“The opposition and other individuals are not confident the independence of the court and as result, the court has not been functional. It is believed that the independence of the court has been undermined by influences from the government. As enshrines in the constitution the president has absolute power to nominate and remove the chief justice and justice in the court with the approval of the parliament. The approval of the parliament has had little practical application. Therefore, the chief justice and other justices at the court have no other options but, to abide by the demands of the president.” “...Institutionally this court has been set up, but the question remains its effectiveness and independence.”
Pengalaman MK Somalia tersebut menunjukkan bahwa kewenangan memutus sengketa lembaga negara telah diembankan oleh konstitusi Somalia kepada MK namun akibat persoalan independensi dan efektifitas kelembagaannya, kewenangan tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna.

Lain di Somalia, lain pula di Spanyol. MK Spanyol memiliki ragam kewenangan seperti halnya MK di Indonesia termasuk kewenangan memutus sengketa lembaga negara. Perbedaannya jika di Indonesia kewenangan MK hanya sebatas memutus sengketa lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, di Spanyol MK berwenang juga memutus sengketa tidak hanya antar organ atau lembaga negara namun juga sengketa kewenangan antara lembaga negara dengan lembaga-lembaga pada persekutuan wilayah atau daerah-daerah otonom (Autonomous Communities) serta sengketa dalam internal lembaga
persekutuan wilayah tersebut.

Pengaturan sengketa kewenangan dalam internal lembaga persekutuan wilayah mulai diadopsi dengan direvisinya UU MK Spanyol pada tahun 1999. Perubahan aturan tentang MK tersebut telah membuka peluang diajukannya permohonan sengketa kewenangan tidak hanya oleh persekutuan wilayah atau daerah-daerah otonom namun juga propinsi melawan pemerintahan negara dalam hal ini pemerintah pusat.

Seorang pakar hukum tata negara Spanyol, Cabellos EspiĆ©rrez mengatakan bahwa Spanyol memang memiliki keunikan sistem hukum di mana pemerintah pusat dan serangkaian daerah otonom dapat mengajukan keberatan atas aturan yang berbenturan dengan konstitusi dan mengajukan permohonan sengketa kewenangan antar lembaga negara. Fitur lain yang juga termasuk unik dalam sistem ketatanegaaraan Spanyol adalah kewenangan MK Spanyol untuk menunda pelaksanaan kewenangan ketika pemeriksaan perkara sengketa kewenangan lembaga negara sedang diperiksa oleh MK. Cabellos EspiĆ©rrez mengatakan, “as a result of these delays, the resolution of a conflict of jurisdiction frequently arrives when the norm under appeal has already been in effect for many years, and in many cases when the damage done cannot be repaired”.
Sepanjang sejarah ketatanegaraan Spanyol, baru satu kali MK memutus perkara sengketa kewenangan lembaga negara. Yang paling banyak disorot oleh peneliti hukum ketatanegaraan di Spanyol justeru sengketa kewenangan antara serangkaian daerah otonom yang disebut komunitas independen baik konflik di antara mereka sendiri maupun konflik kewenangan dengan negara (pemerintah pusat).

Dalam hal permohonan sengketa kewenangan lembaga negara itu diajukan oleh pemerintah pusat maka MK harus memberikan putusan selambat-lambatnya dua bulan sejak sengketa kewenangan tersebut terjadi. Lebih jauh Pasal 161.2 Konstitusi Spanyol menyebutkan bahwa pemerintah pusat dapat mengajukan permohonan sengketa kewangan terhadap aturan atau maklumat yang diadopsi oleh organ dari persekutuan wilayah. Lengkapnya, Konstitusi Spanyol menegaskan., "Government may contest before the Constitutional Court the previsions and resolutions adopted by the organs of the Autonomous Communities. The challenge shall produce the suspension of the contested provisions or resolution, but the Court must either ratify or lift suspension, as the case may be, within a period of not more than five months.” Artinya ketentuan tersebut menyatakan adanya penundaan atau pelarangan otomatis dalam permohonan sengketa diajukan oleh pemerintah pusat.

Dinamika ketatanegaraan Spanyol memang sering diwarnai dengan sengketa kewenangan. Dalam kurun waktu tiga dekade terkahir setidaknya telah terjadi 605 sengketa atau konflik teritori yang melibatkan persekutuan wilayah atau daerah-daerah otonom di Spanyol. Dari 605 sengketa tersebut 419 permohonan telah diajukan ke muka persidangan MK Spanyol. Penyebabnya antara lain ketidakjelasan konstitusi Spanyol dalam memberi garis demarkasi yang jelas soal konflik atau sengketa apa saja yang masuk dalam yurisdiksi kewenangan MK. Padahal konflik bisa saja bernuansa politik dan bisa pula sengketa kewenangan yang murni soal hukum. Persoalannya semakin kompleks karena domain MK untuk memeriksa dan memutus sengketa kewenangan tidak diuraikan secara tegas dan jelas.

Gambiran, 25 Desember 2011

[Bagian dari Tulisan yg diterbitkan oleh Jurnal KOnstitusi MKRI dan PSHK FH UII]

No comments: